Jumat, 18 Maret 2011

Menghantarkan anak menjadi orang yang berdaya juang

MENGHANTARKAN ANAK MENJADI ORANG YANG BERDAYA JUANG
Hampir semua media televisi menayangkan peristiwa tsunami yang terjadi di Jepang bagian timur dengan kekuatan 9.0, Menurut para ahi ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah dan terbesar di dunia. Pusat gempa tepat berada 130 kilometer (km) di lepas pantai timur kota Sendai atau 400 km di timur laut kota Tokyo pada kedalaman 24,4 km.Beberapa tahun lalu Indonesia mengalami gempa tsunami juga, tetapi tidak separah kejadian di Sendai Jepang.
Hampir semua media ,elektronik maupun media cetak menyatakan salut kepada pemerintah Jepang serta semua masyarakat Jepang menghadapi bencana hebat tersebut, kesiapan masyarakatnya, kepiawaian pemerintah Jepang memberikan semangat kepada masyarakat, himbauan himbauan bersifat motivasi dan keprihatian tak ketinggalan, lebih lagi kekompakan awak media elektronik yang tidak menayangkan semua kejadian pilu, mengerikan,dan menyedihkan, meski diperkirakan lebih dari 20 000 orang penduduk nya hilang.
Koq bisa ya?
Apa yang menyebabkan bangsa Jepang begitu tegar?apakah filsafat hidup orang jepang mempengaruhi pola pikir dan semangat juang mereka?
Saya menyalin tulisan pada milis sekolah rumah tgl 14 Maret 2011. Saya pikir relevan dengan cara bagaimana menghantarkan anak Indonesia agar memiliki daya juang dan semangat pantang menyerah….. .( bukan plagiat , benar benar saya terinspirasi membaca artikel ini)
Say YES to GAMBARU!
by Rouli Esther Pasaribu on Monday, March 14, 2011 at 10:02am.

Terus terang aja, satu kata yang bener2 bikin muak jiwa raga setelah tiba di
Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik
darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap kali bimbingan sama prof,
kata-kata penutup selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi),
taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tau ini sulit, tapi ayo berjuang
bersama-sama), motto motto kenkyuu shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan
lebih lagi). Sampai gw rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain
selain GAMBARU? apaan kek gitu, yang penting bukan gambaru.

Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo males atau
ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja. Menurut kamus bahasa jepang
sih, gambaru itu artinya : "doko made mo nintai shite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan berusaha abis-abisan)

Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras" dan
"mengencangkan". Jadi image yang bisa didapat dari paduan karakter ini adalah
"mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti keras dan terus
mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas persoalan itu" (maksudnya
jangan manja, tapi anggap semua persoalan itu adalah sebuah kewajaran dalam
hidup, namanya hidup emang pada dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang,
persoalan hidup hanya bisa dihadapi dengan gambaru, titik.).

Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga ngerti, kenapa
orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah hidupnya. Bahkan anak umur
3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh gambaru di sekolahnya, kayak pake baju di
musim dingin mesti yang tipis2 biar ngga manja terhadap cuaca dingin, di dalam
sekolah ngga boleh pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai
itu baik untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat
mah ngga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore, dengan
alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia melawan penyakitnya itu
sendiri. Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan sambil bonceng Joanna, dan gw
ngos2an kecapean, otomatis Joanna ngomong : Mama, gambare! mama faitoooo! (mama
ayo berjuang, mama ayo fight!). Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru
sampe titik darah penghabisan it's a must!

Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting banget dalam
hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi dengan kekuatan 9.0 di
jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di indonesia seperti tsunami di aceh,
nias dan sekitarnya, gempa bumi di padang, letusan gunung merapi....juga
bukanlah hal yang gampang untuk dihadapi. Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang
kali ini, jauuuuuh lebih parah dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi
dan tsunami terparah dan terbesar di dunia.

Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan masyarakat jepang panik
kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar banget kalo mereka kemudian mulai
ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti ngapain. Bahkan untuk skala bencana sebesar
ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik
latar ala lagu-lagu ebiet dan membuat video klip tangisan anak negeri yang
berisi wajah-wajah korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak
punya harapan. Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu
habis seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian mereka
tidak punya harapan.

Tapi apa yang terjadi pasca bencana mengerikan ini? Dari hari pertama bencana,
gw nyetel TV dan nungguin lagu-lagu ala ebiet diputar di stasiun TV. Nyari-nyari
juga di mana rekening dompet bencana alam. Video klip tangisan anak negeri juga
gw tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana, video
klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV. Jadi yang ada
apaan dong?

Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada
2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu menghadapi bencana
(termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar warga di wilayah tokyo dan
tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)
3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus melakukan pemadaman
listrik terencana
4. Tips-tips menghadapi bencana alam
5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam
6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang terkena
bencana
7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga yang
terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar bernilai
banget harganya)
8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya tenang dan
tidak emosional : mari berjuang sama-sama menghadapi bencana, mari kita hadapi
(government official pake kata norikoeru, yang kalo diterjemahkan secara
harafiah : menaiki dan melewati) dengan sepenuh hati
9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati :
*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget, tapi tetap
tenang dan ngga emosional, disemangati nenek2 yang ada di tempat pengungsian :
gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara. Akiramenai de (ayo kita berjuang cari
istri kamu. Pasti ketemu. Jangan menyerah)
*Tulisan di twitter : ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu, kita
mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati bencana ini;
Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang terlihat terang. Itu bintang
yang sangat indah. Warga Sendai, lihatlah ke atas.

Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara penanganan bencana ala
gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu dan di saat yang bersamaan :
kagum dan hormat banget sama warga dan pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar
biasa, negeri yang sumber daya alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya
keras, tapi bisa maju luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena : falsafah
gambaru-nya itu. Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ngga punya apa-apa selain
GAMBARU. Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala persoalan
dalam hidup.

Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan. Hanya, mental
yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya, Tuhan marah pada
umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada rumput yang bergoyang.....I
guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di dalam diri
kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ngga akan bisa maju. kalau
ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua bencana dan persoalan hidup,
sebenarnya adalah kata lain dari ngga berani bertanggungjawab terhadap hidup
yang dianugerahkan Sang Pemilik Hidup. Jika diperjelas lagi, ngga berani
bertanggungjawab itu maksudnya : lari dari masalah, ngga mau ngadepin masalah,
main salah2an, ngga mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah
nangis manja.

Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan, untuk apa
gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ngga ada gunanya, kalo mau S2
atau S3 mah, ya di eropa atau amerika sekalian, kalo di Jepang mah nanggung.
Begitulah kata beliau. Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo
mau go international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya jepang
ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa bahasa jepang, ngga
akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal juga,kenapa gw ngedaleminnya
sastra jepang dan bukan sastra inggris atau sastra barat lainnya.

Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin sama sanak keluarga yang menyatakan
ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di jepang. Pernyataan beliau adalah salah
sepenuhnya. Mental gambaru itu yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan
mental gambaru sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go
international dan sejenisnya itu. Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya
itu, bisa dipelajari di mana saja. Tapi, semangat juang dan mental untuk tetap
berjuang abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa, salah satu tempat yang
ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang. Dan gw bersyukur ada di sini,
saat ini.

Maka, mulai hari ini, jika gw mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall,
di iklan-iklan TV, di supermarket, di sekolahnya joanna atau di mana pun itu, gw
tidak akan lagi merasa muak jiwa raga. Sebaliknya, gw akan berucap dengan rendah
hati : Indonesia jin no watashi ni gambaru no seishin to imi wo
oshietekudasatte, kokoro kara kansha itashimasu. Nihon jin no minasan no yoo ni,
gambaru seishin wo mi ni tsukeraremasu yoo ni, hibi gambatteikitai to omoimasu.
(Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati saya karena telah mengajarkan arti
dan mental gambaru bagi saya, seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari,
agar mental gambaru merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya,
orang-orang Jepang).
Moga moga teman temanku semua menanamkan motto Gambaru dalam mendidik anak anak kita. Agar tidak menjadi manusia cengeng, rentan dan rapuh….