Minggu, 02 Oktober 2016

Hindarkan penelantaran dan kekerasan terhadap anak




HINDARKAN PENELANTARAN & KEKERASAN TERHADAP  ANAK

 Kekerasan kepada anak adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dalam bentuk apapun.  .
, Ayah-bunda  perlu memahami dan mengenali bentuk bentuk kekerasan terhadap bayi dan anak

1.    MENGABAIKAN

Jika merasa terbebani mempunyai  bayi , maka  sepenuhnya urusan bayi diserahkan kepada orang lain atau  pengasuh.  Ini termasuk dalam penelantaran bayi.” karena kebutuhan utama bayi tidak terpenuhi seperti  rasa aman, pelukan, dekapan  dan belaian  bundanya.
Anak-anak yang  diabaikan, berisiko mengalami masalah-masalah emosi bahkan kejiwaan seperti mudah cemas, depresi, sulit percaya pada orang lain dan merasa tidak aman.

2.    KEKERASAN FISIK.

Jika  alasan mendisiplinkan anak lalu menghukum anak  dengan tidak wajar . Misalnya anak  bersusia 5 tahun dianggap nakal jika   menuang sabun di kamar mandi, memakai lipstik bunda  coret coret dinding , tidak mau mandi, menumpahkan air di lantai  dan  sejenisnya..Supaya jera dan tidak mengulangi perbuatan yang dilarang maka tangannya di pukul, dikurung di kamar mandi atau di cubit  sampai badannya biru..

Anak yang mengalami kekerasan fisik sering  memar, luka, patah tulang terutama di daerah rusuk dan gangguan-gangguan di bagian tubuh lain seperti kepala, perut, pinggul.
Resikonya , anak   merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas. Dan  pemahaman anak terbangun bahwa memukul dibenarkan untuk memberi disiplin. 

3.KATA DAN PERILAKU KASAR.
Banyak contoh kata dan perilaku kasar ayah-bunda dan orang lain sekitar anak  digolongkan sebagai tindak kekerasan seperti :
1.  Menakut-nakuti  anak . “Jangan main di kamar mandi, nanti digigit kecoa. Jangan keluar rumah sendirian, nanti diculik hantu  Ayo cepat tidur, nanti tokeknya datang, kamu digigit.”
  1. Meneriaki. “Aduh, dasar bego! Sudah ratusan kali ibu bilang, simpan sepatu  di rak sepatu!
  2. Sering mengata-ngatai “ pemalas, pelupa dan jorok .”
  3. Sering mencela, “Memangnya kamu bisa? Kamu itu bisanya apa, sih? Ini nggak bisa, itu nggak bisa! Paling pintar nangis.”
  4. Memarahi anak di tempat umum
Ayah bunda, kata-kata dan perilaku kasar yang diterima anak , akan ditirunya. Anak tidak lagi mengetahui mana tingkah laku yang tepat. Demikian pula pemberian ‘lebel akan tetap tertanam dalam dirinya, dan dapat menyebabkan ia memiliki konsep diri bahwa ia adalah anak seperti apa yang dikatakan orang padanya. Anak merasa terancam, ketakutan, merasa bersalah, rendah diri dan bila sering ditakut-takuti, anak menjadi penakut.
4.    Kekerasan seksual
Biasa dilakukan orang dewasa di sekitarnya terhadap anak. Misalnya
Meraba raba alat kelamin anak , mengalami perbuatan tak senonoh tak berani melapor karena  diancam , di iming iming makanan , permen kemudian dipaksa melakukan hubungan seksual,   Akibatnya
Anak  mengalami   cedera fisik, cemas, depresi, trauma, perubahan fungsi dan perkembangan otak.

Apa yang harus dilakukan  ?

Kebanyakan bayi dan anak –anak yang menjadi korban penelantaran dan korban kekerasan karena kurangnya  komunikasi dengan anak.
Harmoni dalam keluarga kurang , anak tidak  bicara terbuka dari hati ke hati .
Ayah bunda , sedini mungkin perkenalkan anak   tentang bagian-bagian tubuhnya yang bersifat pribadi;Tidak boleh diraba orang sembarangan. Bunda ajarkan anak untuk bersikap asertif agar berani mengatakan ‘tidak’ untuk hal-hal yang tidak benar;
Bekali anak dengan nilai-nilai moral, norma sosial dan agama sesuai  umur dan perkembangan anak ; Dampingi anak menonton audio visual dan internet.
Bahan /sumber : WWW.ayah bunda.co.id

Kamis, 29 September 2016

Mampukan anak Mengatasi rintangan-rintangan kehidupan



Mampukan anak Mengatasi rintangan-rintangan kehidupan
Ayah- bunda penting mencerdaskan emosi anak agar ia mampu mengelola emosinya. 
Perilaku-perilaku anak seperti rasa marah, kecewa, malu , perasaan-perasaan negatif yang bersifat dekstruktif harus segera ditangani.
Kalau dibiarkan  dampaknya akan lebih parah: anak akan berkembang menjadi pemurung, mudah cemas, impulsif bahkan agresif sehingga anak tidak diterima di ligkungannya.
Jika anak dapat mengelola emosinya maka ia akan mudah berkawan dan disenangi  lingkungannnya, Nyaman dalam bergaul, dan dapat merasa aman di kala menghadapi situasi sulit sekalipun.
Banyak keuntungan yang akan anak dapatkan kelak dengan mengelola emosi secara baik antara lain :
  1. Cepat dalam mendengarkan dan lambat dalam berbicara. Ia  menunjukkan kesadaran dalam percakapan dengan orang lain. Karena itu kelak dia menjadi tempat curhat bagi kawan kawannya , karena dengan sikap “mau mendengarkan” teman temannya suka berkawan dengannya

2. ia berhati-hati dalam bertindak.
Ketika menghadapi suatu situasi selalu bersikap mengamati melihat, mendengarkan yang lainnya, kemudian menentukan sikap dalam bertindak.Dia jauh dari gegabah atau terburu buru

3. Pandai mengelola emosi
 Dalam mengelola emosi ia tenang dalam menghadapi orang lain. Ia mengerti bahwa seseorang yang sedang emosi tidak dapat diabaikan Hal itu mendorongnya  menangani masalah tersebut sangat bijak dan cepat,"

4. Selera humor
Memiliki rasa humor yang terkendali. Cara penyampaian humor yang tepat kedengarannya ringan tetapi dapat membuat orang yang mendengarnya terpingkal pingkal.

5. Umpan balik
 Terbuka untuk menerima kritikan dan  tanggapan.  Anak yang memiliki kecerdasan Emosional  yang tinggi mendengarkan  komentar maupun kritikan orang lain terhadap dirinya dengan penuh perhatian,"

Dari riwayat hidup orang orang sukses kita dapat belajar, bahwa hal di atas menjadi kunci sukses keberhasilan  mereka.
Ayah bunda yang menginginkan masa depan anak sukses  mulailah membangun kesuksesan anak melalui cara ini.
Perhatikan ciri anak yang memiliki emosional  dan berusahalah mengatasinya : Ini dia cirinya:
1. 
                  1. Susah diatur atau diajak kerja sama.
Jika anak  membangkang, semaunya sendiri, tidak mau ini dan itu.Ia “ memberontakan” dari dalam dirinya. Ayah –bunda bisa mengarahkan dan mengawasi anak dengan seksama, sabar dan memahami kebutuhan anak.
2. Kurang terbuka pada pada orangtua
Figur orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dan lain-lain).
Saat ayah-bunda bertanya “Bagaimana sekolahnya?” Anak menjawab “Biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Introspeksilah mengapa peran ayah-bunda digantikan orang lain?  
3. Menanggapi negatif
sering berkomentar “Biarkan saja, dia memang jelek kok”, Jika suka menjelekkan orang lain itu tanda harga diri yang terluka. Doronglah anak meningkatkan harga dirinya
4. Menarik diri
Sering menyendiri, asyik dengan dunianya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya. Ayah-bundalah yang harus menghargai anak terlebih dahulu
5. Menolak kenyataan
Jika ayah-bunda sering menolak kenyataan , misalnya berkata “Masa begitu saja tidak bisa sih, kan sudah ada contoh berulang-ulang”. Anak akan menjawab  “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, atau “Aku tidak bisa, aku ini tolol”. 

Semoga ayah- bunda diberi hikmat dan kebijaksanaan untuk membesarkan anak yang cerdas emosi!


SUMBER RASA NYAMAN ANAK bila berhasil MEMATANGKAN EMOSI



SUMBER  RASA NYAMAN ANAK bila berhasil MEMATANGKAN EMOSI  
Ayah-bunda guru utama bagi anak yang memberikan bekal mematangkan emosi.
Semua ayah dan bunda mengharapkan anak anaknya senang, bahagia dan gembira .
Oleh karena itu tidak ingin  membiarkan anak menghadapi pengalaman sedih, kecewa, marah, kesal dan gundah.
 "Jika orangtua berusaha keras selalu melindungi anak dari berbagai gejolak rasa kecewa, secara tidak langsung ayah-bunda  telah menghambat keterampilan emosional anak," dan akibatnya anak kelak lebih menderita karena tidak mampu mengatasi rasa kecewanya.

 Memang ada kalanya ayah-bunda tidak tega melihat perubahan sikap anak ketika mengalami perasaan sedih dan kecewa karena sesuatu hal. Tugas kita  adalah tidak  membiarkan anak larut dalam kesedihan dan kekecewaan.
Caranya antara lain : melakukan beberapa hal berikut :
1.    Hati-Hati Bicara
 Ketika anak tidak menjadi pemenang dalam lomba menggambar dan merasa kecewa, bijaksanalah memilih kalimat yang membangun. Umpamanya  "Usahamu sudah bagus, Nak! Lain kali dicoba lagi ya."
Biarkan Anak Sendiri

Anak memerlukan waktu untuk bisa mengendalikan rasa sedih dan kecewa yang dialaminya. Karena bagi anak tidak mudah menerima hal yang berbeda dari  keinginan atau harapan anak.
 Biarkan anak untuk menyendiri dulu beberapa saat. Terutama untuk anak dengan sifat introvert, jangan sesekali memaksakan anak untuk bercerita tentang hal yang dialaminya. Tunggu saja sampai anak bisa mengendalikan perasaannya dan akhirnya mau berbagi cerita kepada ayah-bunda
2.    Memberikan Pelukan
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menghibur anak yang kecewa adalah dengan menunjukkan empati. Tunjukkan kepada anak, bahwa ayah-bunda  juga ikut merasakan sedih atau kecewa yang dirasakan anak saat itu.
Pelukan erat dan hangat dariayah-bunda bisa membuat anak lebih tenang dan mau bercerita tentang rasa sedih atau kecewa yang sedang dialaminya.
3.    Menyakinkan Anak
Memberikan kenyakinan pada anak bahwa semua akan berlalu dan lebih baik. Setiap orang, pernah mengalami rasa sedih dan kecewa. Dengan menceritakan pengalaman masa kecil ayah-bunda ketika mengatasi rasa kecewa anak akan yakin bahwa ia tidak sendiri melewati perasaan sedih dan kecewa yang dialaminya.
4.    Berikan Contoh Positif
Anak adalah peniru ulung. Tanpa kita sadari anak telah meniru perilaku yang pernah kita   tunjukkan saat kecewa. Karena itu, menunjukkan perilaku positif saat mengalami rasa kecewa dan memberikan contoh yang baik untuk mengatasinya.
5.    Memberikan Pujian
Ketika anak kecewa karena kalah dalam pertandingan sepak bola, kita bisa memberikan dukungan dengan mengatakan hal yang positif. Katakan pada anak kalau ayah-bunda bangga dengan usaha yang sudah dilakukannya dan itu adalah usaha yang terbaik dari anak. Ajak anak untuk bisa bangkit dari rasa sedih dan kecewa dengan berbagai pengalaman.
6.    Fokus Untuk Lebih Baik
Saat anak mampu mengatasi rasa kecewa yang dialami, maka anak belajar untuk menjadi lebih baik. Katakan pada anak untuk tidak larut dalam kekecewaan tapi terus berlatih untuk mendapatkan yang labih baik.  Ajak anak untuk fokus dengan tidak membahas lagi tentang kekecewaan yang pernah dialaminya.
Alangkah berbahagianya seorang anak yang memiliki orangtua yang peka dan pelatih emosi yang baik. Anak seperti ini akan berlatih menangani dirinya sejak masa kecil