Selasa, 11 Januari 2011

Wajib Belajar Inovatif

Tuntutan pemenuhan hak pendidikan anak dituangkan dalam beberapa undang undang negara RI antara lain UUD 1945, UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Pendidikan Nasional.
Untuk menjawab tuntutan undang undang tersebut , telah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang paling menonjol adalah Program Wajib Belajar yang mulai dilaksanakan sejak tahun 1984, meskipun masih terbatas pada Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun. Setelah 10 tahun berjalan, pemerintah meningkatkan lagi cakupannya dengan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada tahun 1994, melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1994. Wajib belajar merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Program wajib belajar memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau.
Pengertian tentang wajib belajar dikembangkan lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, yang merupakan mandat dari pasal 34 ayat 4 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 2 dari PP ini menjelaskan program wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia. Sedangkan tujuan wajib belajar adalah memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Melalui PP ini, pemenuhan hak pendidikan anak dari sisi biaya semakin terjamin, biaya pendidikan dasar sembilan tahun, SD dan SLTP, tidak dibebankan lagi pada siswa ataupun keluarganya. Komponen biaya pendidikan yang ditanggung pemerintah hanya mencakup biaya operasional sekolah seperti uang sekolah dan gaji guru, serta biaya investasi yang meliputi penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap yang penggunaannya lebih dari satu tahun. Sedangkan biaya transportasi siswa dari rumah ke sekolah masih dibebankan pada orang tua murid.
Meskipun demikian tidak semua anak beruntung dapat bersekolah menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun, apalagi belajar duabelas tahun. Mengapa?
Ada perbedaan persepsi kata “ wajib belajar” yang tertuang dalam undang undang dengan “wajib belajar” yang sesungguhnya.
Wajib belajar yang sesungguhnya merupakan kodrat kehidupan yang tidak dapat dikategorikan dalam waktu dan jenjang. Jika pendidikan minimal warga negara Indonesia menurut Undang undang adalah menyelesaikanpendidikan jenjang SMP ( jalur Formal) atau paket B ( Jalur nonformal dan informal) maka wajib belajar yang sesungguhnya adalah jenjang “sekolah kehidupan” yang tidak pernah tamat sampai ajal menjemput . Menyelesaikan persoalan hidup pada setiap waktu dan masa kehidupan. Hal ini tidak dapat disetarakan antara seorang dengan yang lain. Metode pemecahan masalahnya berbeda beda, biaya (cost) yang dibutuhkan pun berbeda. Guru dalam sekolah kehidupan tidak membutuhkan sertifikat atau lisensi, tetapi membutuhkan ruang dan waktu yang luas. Guru sekolah kehidupan adalah pengalaman . Jika setiap pengalaman itu dituliskan menjadi buku, maka tidak akan ada penerbit buku yang gulung tikar.
Dalam sekolah kehidupan tidak berlaku intimidasi melakukan KKN agar siswanya lulus 100% lulus ujian. Tidak berlaku muatan politik busuk mengklasifikasikan sekolah berstandar nsional atau internasional sebagai dalih menghalalkan pungutan pungutan dan membuat orang miskin tidak mampu bersekolah. Dalam sekolah kehidupan berlaku hanya “Nilai-(value) kejujuran “ Jujur terhadap diri sendiri dan kepada orang lain. Sekolah kehidupan memberi peluang kepada semua orang untuk memilih, apakah ia mau menjadi juara , pemenang atau menjadi pecundang, atau mau kalah dan mengakhiri sekolahnya dengan cara bunuh diri
Yang kalah sudah dapat dipastikan tidak pernah belajar untuk memiliki nilai kejujuran. Tidak jujur terhadap dirinya, maunya makan enak tanpa bekerja , maunya banyak uang tanpa usaha, maunya menang tanpa berlomba, dan banyak maunya tanpa banyak usaha.Terhadap diri sendiri saja tidak jujur ,apalagi terhadap orang lain? Dengan demikian ia memaksakan kehendak dan membekali jiwanya dengan kekuatan Ilah ilah dan setaniah. Itu sebabnya ia memilih jalan pintas mengakhiri sekolah kehidupannya dengan bunuh diri.
Orang yanglulus sekolah kehidupan merkelah yang mau menjadi pemenang . Ia dipastikan mau belajar dengan baik tentang nilai kejujuran , bukan hanya belajar teori, melainkan praktek nyata dalam hidupnya lebih banyak daripada sekedar teori kejujuran. Tidak banyak berteori ,kejujuran menjadi nilai unggulannya, menahan selera makan demi orang lain disekitarnya, bekerja dan berusaha seoptimal mungkin demi memperoleh kemenangan, tidak banyak maunya ,realistis berpikir, menikmati hidup secara wajar dan tidak memaksakan kekuatan fisik tanpa membekali jiwanya dengan kekuatan keilahian.
Mereka lulus sekolah kehidupan karena mereka adalah pembelajar yang inovativ , selalu mengupdate ilmu kehidupan sesuai dengan perkembangan zaman , teknologi dan politik. Ia tidak akan tergila gila terhadap peluang menjadi politikus atau menjadi anggota legislatif dengan tebar pesona. Sebaliknya mereka menguasai panggung kehidupan yang penuh sandiwara dengan ketahanan moral , tidak tergoda perselingkuhan dan kemunafikan. Merekalah yang akan mengukir sejarah kebenaran dan mengukir namanya di batu karang yang tak akan terhapus oleh hujan dan badai.
Sekolah kehidupan dimulai dari rumah, oleh orang tua, oleh Anda dan saya. Jadilah pendidik yang inovativ untuk menciptakan pembelajar yang memenangkan sekolah kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar